Ibu Jangan Jadi Hantu
Sumber : KALTENG POS,
Minggu, 29 November 2009
Oleh : Mardi Luhun
Terus terang, ada salah satu hal yang mengganjal
dalam hidupku. Hidup yang
sudah berumur 50 tahun ini. Yaitu aku tak sempat membahagiakan ibu. Ibu yang
sudah meninggal. Dan hal yang mengganjal itu telah aku tulis dalam buku
harianku yang tebal. Bergambar
wanita muda yang berleha-leha di dermaga. Dengan latar jangkar mengangkang. Jangkar
besar, kukuh, kenyal, dan berminyak. Lalu saat itu aku pun pergi ke ruang tamu.
Ternyata disitu ada tanteku yang sedang duduk manis sambil menonton acara
ditelevisi. Saat itu tanteku menoleh padaku dan mengajakku untuk mengobrol.
Ternyata dia ingin membicarakan tentang diriku yang masih menjomblo. Tanteku pun berkata ” apakah kau masih belum ingin kawin?”. ”Tidak” jawabku singkat”. ”Kau tak bisa terus menerus menolak permintaan ibumu” sahut tanteku. Lalu kujawab”kenapa, apa salah?”. ”ya, malah berdosa lagi” ujar tanteku. ”berdosa” sahutku. ”jelas, sebab sorga berada di telapak kaki ibumu” balas tanteku. .Itulah nasehat tanteku dari garis ibu. Dia pernah mendalami ilmu beladiri. Tapi berhenti, lantaran diprotes suami dan anak-anaknya. Sebab, setiap melihat tembok selalu saja ditendang dan dijotos. Atau kadang-kadang malah ditabrak dengan tubuhnya. Katanya sih sebagai latihan beladiri. Dan ketika mendengarnya, he he he aku jadi geli. Lalu kami pun melanjut kan perbincangan yang kami obrolkan tadi. Ku pun berkata”tapi tante itu hanya cocok untuk priyayi zaman dulu”. ”priyayi zaman dulu?” tanteku bingung. Ya, sebab priyayi zaman dulu termasuk ibunya kan jarang keluyuran. Kakinya pun bersih-bersih. Tapi kalau ibuku malah sebaliknya, suka keluyuran. Bagaimana jadinya jika waktu keluyuran itu kakinya menginjak tai. Apa sorga tidak bau?” sahutku. Lalu tanteku berkata ”anak gendeng, berdosa kau!”. terus dia pergi, membanting pintu kamar sampai bergetar begitu keras.
Ternyata dia ingin membicarakan tentang diriku yang masih menjomblo. Tanteku pun berkata ” apakah kau masih belum ingin kawin?”. ”Tidak” jawabku singkat”. ”Kau tak bisa terus menerus menolak permintaan ibumu” sahut tanteku. Lalu kujawab”kenapa, apa salah?”. ”ya, malah berdosa lagi” ujar tanteku. ”berdosa” sahutku. ”jelas, sebab sorga berada di telapak kaki ibumu” balas tanteku. .Itulah nasehat tanteku dari garis ibu. Dia pernah mendalami ilmu beladiri. Tapi berhenti, lantaran diprotes suami dan anak-anaknya. Sebab, setiap melihat tembok selalu saja ditendang dan dijotos. Atau kadang-kadang malah ditabrak dengan tubuhnya. Katanya sih sebagai latihan beladiri. Dan ketika mendengarnya, he he he aku jadi geli. Lalu kami pun melanjut kan perbincangan yang kami obrolkan tadi. Ku pun berkata”tapi tante itu hanya cocok untuk priyayi zaman dulu”. ”priyayi zaman dulu?” tanteku bingung. Ya, sebab priyayi zaman dulu termasuk ibunya kan jarang keluyuran. Kakinya pun bersih-bersih. Tapi kalau ibuku malah sebaliknya, suka keluyuran. Bagaimana jadinya jika waktu keluyuran itu kakinya menginjak tai. Apa sorga tidak bau?” sahutku. Lalu tanteku berkata ”anak gendeng, berdosa kau!”. terus dia pergi, membanting pintu kamar sampai bergetar begitu keras.
Dan 10 tahun kemudian, setelah ibuku meninggal
baru aku sadar jika nasehat tanteu memang benar. Jika aku memang berdosa pada
ibu. Berdosa dengan tidak sempat membahagiakannya. Berdosa dengan belum kawin
sampai kini. Aku pun jadi teringat sewaktu ibuku mencarikanku jodoh yang
rata-rata cantik semua dan mereka semua mau untuk menjadi sumaiku mungkin
wajahku memang tampan sekali he he he. Tapi aku tetap tak mau untuk kawin. Dan
waktu itu ibuku menjadi kecewa sambil mendekap foto bapak yang meninggal
sewaktuku balita. Sambil menggerutu dia berkata ” mas, anak tunggal kita ini
tak mau kawin lagi. Mau jadi apa dia? Ayam saja mau kawin dan berbiak. Apa
manusia tak mau kawin dan berbiak? Dosa apa kita ini, mas?”. Mendengar itu pun
aku merasa dunia tiba-tiba mengerut . Mengerut jugalah tubuhku dan tak ada
suara-suara yang dapat aku dengar dengan jernih. Dan malamnya aku bermimpi
bertemu ibu yang masih mendekap foto bapak. Di dalam mimpi itu, ibu tampak
gelisah. Tubuhnya mengambang dan kedu a
kakinya tertutup kabut. Aku jadi ingat pada film-film hantu yang belakangan
membeludak. Hiiii.... apakah ibu tlah menjadi hantu? Hantu penasaran, karena
anak tunggalnya yang tak mau kawin. Jangan! Jangan! Ibu jangan jadi hantu! Lalu
aku pun terbangun dari mimpi itu. Sekujur tubuhku berkeringat, sungguh mimpi
yang seram dan menakutkan sampai-sampai jantung terasa mau copot. Kemudian aku
berpikir mengapa aku tak mau kawin? Apakah wanita tak mempunyai sesuatu yang
disebut gairah sehingga ku tak kunjung tertarik. Atau mungkin karena aku hanya
tertarik pada sesama lelaki? Saat itu rasanya ku ingin meneriakan
”Tiiidddaaaaaakkkkkkk......!!!!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar